Minggu, 27 Juni 2010

KOTA LAMA DAN KOTA BARU DI INDONESIA

Kota Lama
Semarang dan Kota Lama seperti dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan begitu saja. Dan tentu saja ini menghadirkan keunikan tersendiri. Sebuah gradasi yang bisa dibilang jarang ada ketika dua generasi disatukan hingga menciptakan gradasi yang cantik sebenarnya.
Pada dasarnya area Kota Lama Semarang atau yang sering disebut Outstadt atau Little Netherland mencakup setiap daerah di mana gedung-gedung yang dibangun sejak zaman Belanda. Namun seiring berjalannya waktu istilah kota lama sendiri terpusat untuk daerah dari sungai Mberok hingga menuju daerah Terboyo.


Secara umum karakter bangunan di wilayah ini mengikuti bangunan-bangunan di benua Eropa sekitar tahun 1700-an. Hal ini bisa dilihat dari detail bangunan yang khas dan ornamen-ornamen yang identik dengan gaya Eropa. Seperti ukuran pintu dan jendela yang luar biasa besar, penggunaan kaca-kaca berwarna, bentuk atap yang unik, sampai adanya ruang bawah tanah. Hal ini tentunya bisa dibilang wajar karena faktanya wilayah ini dibangun saat Belanda datang. Tentunya mereka membawa sebuah konsep dari negara asal mereka untuk dibangun di Semarang yang nota bene tempat baru mereka. Tentunya mereka berusaha untuk membuat kawasan ini feels like home bagi komunitas mereka.
Dari segi tata kota, wilayah ini dibuat memusat dengan gereja Blenduk dan kantor-kantor pemerintahan sebagai pusatnya. Mengapa gereja? Karena pada saat itu pusat pemerintahan di Eropa adalah gereja dan gubernurnya. Gereja terlibat dalam pemerintahan dan demikian pula sebaliknya.
Bagaimanapun bentuknya dan apapun fungsinya saat ini, Kota Lama merupakan aset yang berharga bila dikemas dengan baik. Sebuah bentuk nyata sejarah Semarang dan sejarah Indonesia pada umumnya.
Perwujudan seni dalam bentuk arsitektur bangunan mewarnai kawasan bekas kota bandar internasional yang terletak di pinggir pantai dengan muara Kali Garang yang bisa dilayari. Pramoedya Ananta Toer dalam buku Jalan Raya Pos, Jalan Daendels menggambarkan bahwa Semarang sejak dulu adalah daerah genangan Kali Garang.
Arsitektur bangunan di kawasan Kota Lama Semarang beragam. Ada Gereja Blenduk (Nederlandsch Indische Kerk) bikinan 1750 dengan atap kubah yang dipugar pada 1894. Di hadapan gereja ini berdiri gedung karya Thomas Karsten di tahun 1916 yang kini menjadi gedung Asuransi Jiwasraya. Jalanan di kawasan ini kini ber-paving karena terlalu sering diterjang banjir. Tak lupa bangunan Stasiun Tawang yang mencoba tetep bertahan dari terjangan rob. Belum lagi Pasar Semawis yang menghidupkan Pecinan tak jauh dari Kota Lama.Memang, jika dilihat seksama, kawasan ini belum tertata baik, semisal, begitu semrawutnya lalulintas kabel yang menghalangi pemandangan pada gedung-gedung tua di seluruh kawasan. Jadi mereka yang akan mengambil gambar harus berputar-putar mencari cara agar jalinan kabel yang berseliweran di atas tak menghalangi panorama yang akan diambil.Keberadaan Semarang diawali tahun 1476 dengan kedatangan utusan Kerajaan Demak (Ki Pandan Arang) untuk mengislamkan semenanjung Pulau Tirang (kini daerah Murgas dan Bergota, Semarang). Kawasan yang subur ini, konon, pohon asem masih jarang (dalam bahasa Jawa menjadi arang) sehingga nama asem arang itu berubah menjadi Samarang kemudian Semarang. Dalam buku Kota Lama Kota Baru: Sejarah Kota-kota di Indonesia, ada satu makalah berjudul Pemukiman Rakyat di Semarang Abad XX: Ada Kampung Ramah Anak, Radjimo Sastro Wijono menulis sejarah Semarang.Radjimo juga menuliskan tentang orang China pertama yang ada di kawasan Pulau Tirang yaitu Sam Po Tay Djin yang sudah ada sebelum Ki Pandan Arang tiba di sana. Sam Po Khong, klenteng, menjadi tengara keberadaan Sam Po tay Djin. Sejak abad 18 Semarang mengalami tiga kali perubahan batas kota dan di abad 19 kota ini disebut sebagai Kota Batavia kedua.Di abad 19, pusat strategis kota dihuni oleh kelompok ras Eropa. Disebutkan oleh Radjimo, ras tersebut menghuni Zeestraat (kini Jalan Kebon Laut): Poncol, Pendrikan, kawasan Kota Lama (sebelah timur Jembatan Berok). Sampai-sampai Domine Baron van Hoevell, seorang pendeta yang berkunjung ke Semarang tahun 1847 menyatakan, permukiman orang Eropa di timur Jembatan Berok itu seperti kota kecil di Eropa.
Kota Lama semula ada di dalam benteng yang konon dibangun 1705 dan dihancurkan pada 1824. Kota Lama terus berkembang hingga setelah 1945 Belanda angkat kaki. Kota Lama yang pernah jadi pusat politik dan ekonomi ini makin hari makin merana, ditinggalkan.Sementara itu Jakarta dimulai pada 1527 yaitu ketika Fatahillah berhasil mengenyahkan Pajajaran dan Portugis dan mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta. Di tahun 1619 VOC yang dipimpin oleh JP Coen menaklukkan Jayakarta dan membakar kota itu untuk kemudian mendirikan Batavia. Kota ini terus berkembang ke arah selatan hingga awal abad 20 di mana Kalibesar menjadi etalase bangunan dan jadi pusat perekonomian. Kawasan seluas 846 hektar itu kemudian juga ditinggalkan karena pusat ekonomi dan politik makin berkembang ke arah lebih selatan lagi ke arah pusat.

Sumber:
http://sieztha.wordpress.com/2006/12/06/kota-tua-semarang-jawa-tengah/
http://www.semarang.go.id/cms/pemerintahan/dinas/pariwisata/kota_lama/peta_kl.htm
http://semarangan.loenpia.net/sejarah/kota-lama-potongan-sejarah-kota-semarang.htm

Kota Baru
Kebayoran Baru dibangun di selatan Jakarta akhir 1940-an dan awal 1950-an. Kebayoran baru dibangun di areal pertanian untuk menyediakan perumahan bagi orang-orang yang bekerja di Jakarta. Namun, karena jarak antara Jakarta dan Kebayoran Baru terlalu dekat (kurang dari 10 km) dan tidak ada kontrol terhadap pembangunan di wilayah antaranya, akhirnya Kebayoran Baru menyatu dengan Jakarta.

Kebayoran baru direncanakan memiliki segala fasilitas yang diperlukan penghuninya, seperti perbelanjaan, pendidikan, kesehatan, peribadatan, pelayanan pemerintahan, taman-taman dan lapangan terbuka hijau dengan standar yang tinggi dan diharapkan menjadi kawasan permukiman yang indah, nyaman dan aman. Sayang rencana tersebut tidak sepenuhnya dilaksanakan. Banyak taman dan lapangan terbuka hijau yang diubah peruntukannya jadi perkantoran, perumahan, perbelanjaan dan lainnya. Sejak 1980-an banyak rumah yang diubah fungsinya menjadi kantor dan tempat usaha, bahkan ada perumahan yang dibongkar untuk membangun pusat perbelanjaan baru atau memperluas pusat perbelanjaan yang ada.

Kebayoran Baru direncanakan Pemerintah Pendudukan Belanda pada 1948. Pembangunannya dilakukan mulai 1949 sampai pertengahan 1950-an. Untuk pembangunannya didirikan Centrale Stichting Wederopkouw (CSW) dan Regional Opkouw Bureau Kebayoran. Setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia akhir 1949, pembangunan dilanjutkan Djawatan Pekerdjaan Umum Kota Baru Kebayoran di bawah Kementrian Pekerdjaan Umum dan Tenaga.

Konsep awalnya adalah sebuah kota satelit, dimana semua fasilitas dapat menunjang komunitas di Kebayoran Baru. Sedangkan konsep dari penataannya adalah adalah "taman kotan", konsep yang banyak dipakai oleh para pengembangan properti modern. Dalam konsep ini, ruang terbuka hijau sebagai ruang milik publik mendapat perhatian khusus. Lokasi yang dipilih adalah daerah dekat Setasiun Kebayoran di sisi timur Kali Grogol.

Sebenarnya pada tahun 1950, Kebayoran Baru dirancang untuk ditempati 50 ribu orang saja. Tapi sekarang jumlahnya jauh melebihi itu. "Dulunya kota satelit tapi sekarang kota yang krodit.
Sungguh mengherankan dan naif membaca usulan rencana sebagianpengusaha yang disampaikan (didukung) Pemerintah Kota Jakarta Selatanuntuk mengubah fungsi peruntukan Kebayoran Baru dari kawasan perumahanmenjadi kawasan usaha (Kompas, 10/6). Padahal, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta NomorD.IV-6099/33/ 1975, kawasan Kebayoran Baru ditetapkan sebagai KawasanPemugaran. Bahkan, Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 1999 tentangRencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta 2000-2010 telah menetapkansebagian besar kawasan Kebayoran Baru sebagai Kawasan Perumahan/Hunian.Maka, Kebayoran Baru seharusnya dilindungi dan dilestarikan sebagaicontoh warisan budaya kota taman pertama di Indonesia. Bukan malahdigadaikan.
Menilik dari sejarah perkembangan Kota Jakarta, aset dan potensiKebayoran Baru memang layak dikategorikan sebagai kawasan cagar budaya.Hal ini diperkuat oleh Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1992 tentangBenda Cagar Budaya. Pada Pasal 1 (1) disebutkan, benda cagar budayaadalah benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupakesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yangberumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masagaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (limapuluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmupengetahuan, dan kebudayaan.
Dengan demikian, kota taman Kebayoran Baru yang telah berusia lebihdari 50 tahun dapat dikategorikan sebagai kawasan cagar budaya yangpatut dilindungi, dilestarikan, dan dikembangkan secara hati-hati,seperti yang sudah diatur dalam Perda No 11/1988 tentang KetertibanUmum di wilayah DKI Jakarta, Perda No 6/1999 tentang RTRW Jakarta2000-2010, serta Perda No 9/1999 tentang Perlindungan dan PemanfaatanLingkungan Kawasan Benda Cagar Budaya.
Artinya, segala macam kegiatan preservasi, konservasi, restorasi,rehabilitasi, rekonstruksi, renovasi, dan atau revitalisasi dalamkawasan Kebayoran Baru, apalagi untuk kegiatan komersial, harusdidahului kajian analisis dampak lingkungan dan sosial, serta studikelayakan konservasi dan pengembangan kota, yang mendalam danindependen..
Kebayoran Baru memiliki konsistensi hierarki jalan dan peruntukanlahan yang jelas, mulai dari Blok A hingga Blok S. Sebagai kota taman,Kebayoran Baru dirancang didominasi ruang terbuka hijau (RTH) lebihdari 30 persen dari total luas kota Kebayoran Baru 720 hektar. Suatuhal yang kini sulit diwujudkan oleh Kota Jakarta sekarang maupun dalamperencanaan kota di Indonesia.
Taman kota (Taman Puring, Taman Patung Tumbuh Kembang, TamanLangsat, Taman Leuser, Taman Barito, Taman Christina Marta-Tiahahu,Taman PKK), taman pemakaman umum (TPU Blok P yang sudah digusur, TPUKramat Pela), lapangan olahraga (Blok S yang bersejarah, Al Azhar),jalur hijau jalan raya, dan bantaran sungai saling menyatu dengandidominasi deretan pohon besar berusia puluhan tahun berdiameter lebihdari 50 sentimeter yang harus dilindungi.
Kebayoran Baru dikelilingi oleh sabuk hijau bantaran Kali Grogol diBarat dan Kali Krukut di timur, serta kompleks Gelora Bung Karno diutara. Fasilitas ruang publik dengan konsep taman-taman penghubung(connector park), seperti yang biasa ditemukan pada kota-kota taman diSingapura, Melbourne, atau London, disediakan dalam bentuk taman kotadan taman lingkungan yang tersebar sistematis, terencana, dan salingberhubungan tak terputus disesuaikan dengan peruntukan hunian.
Namun, jika tidak ada upaya negosiasi dengan pengelola lahan melaluipola kemitraan hijau, cadangan RTH tersebut dapat saja digusur setiapsaat digantikan bangunan instansi pemilik lahan. Ironisnya, penggusuranRTH tampaknya akan terus berlanjut tanpa terkendali dan sanksi tegas,seperti pengurukan situ menjadi golf drive range, dan penggusuran TPUBlok P menjadi Kantor Wali Kota Jakarta Selatan (1997).
Kebayoran Baru memiliki kekayaan warisan budaya arsitektur bangunanyang sederhana, modern, dan tropis yang semestinya harus dilindungi.Berbagai tipe bangunan hunian dengan berbagai ukuran dan gaya berbedamelatarbelakangi sejarah panjang kota taman ini.
Konservasi tipe-tipe bangunan bersejarah seperti rumah besar di JlSriwijaya, Jl Adityawarman, Jl Galuh, Jl Kertanegara, Jl Daksa, JlErlangga, Jl Pulokambeng (Blok J dan L); rumah sedang (300-500 meterpersegi) di Jl Lamandau dan Jl Mendawai (Blok D); rumah kecil berdiritunggal maupun gandeng dua (200 meter persegi) di Jl Kerinci (Blok E)dan di Jl Gandaria (Blok C), rumah jengki di Jl Sinabung yang dirancangMoh Soesilo, arsitek kota Kebayoran Baru; rumah deret mungil dan cantikdi Jl Brawijaya; serta gedung dan flat Bank Indonesia di Blok J, danflat Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian di Jl Wijaya yang termasuk gedungmodern pada zamannya.
Kebayoran Baru juga sudah merencanakan pusat-pusat perniagaan,seperti Pasar (tradisional) Santa, Pasar Blok A dengan menara airnyayang menjadi landmark, Pasar Mayestik, dan Blok M, serta kios-kiosbunga, buah, dan burung yang berada di sekitar Jl Barito, yang masihdapat dikembangkan lebih optimal ketimbang mengubah kawasan perumahansecara keseluruhan menjadi kawasan usaha.
Komitmen dan konsistensi pelaksanaan pembangunan fisik kota harusdiimbangi dengan konservasi RTH secara ketat dan disiplin dalam menataruang kota, serta pengendalian fungsi bangunan rumah. Tidak semua lahanharus dipenuhi bangunan gedung perkantoran, ruko, mal, hotel, atauapartemen, dan tidak semua rumah harus dijadikan tempat usaha.
Kebayoran Baru sebagai kota taman merupakan aset, potensi, daninvestasi RTH Kota Jakarta yang memiliki nilai ekologi, ekonomi,edukatif, dan estetis, yang notabene menjamin keberlanjutan lingkunganhidup kota dengan konsisten untuk kemudian menjadikan kota sebagaipusat perdagangan jasa dan tujuan wisata.
Sumber:
http://www.penataanruang.net/taru/sejarah/BAB%206.7%20footer.pdf
http://djakartamagz.blog.friendster.com/



KESIMPULAN
Pembangunan kota baru sudah dilakukan sejak lama, sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk. Pembangunan kota baru dimulai dengan pembangunan kota-kota kerajaan yang menurut penelitian para ahli sudah dimulai pada zaman kerajaan Hindu. Pemilihan lokasi dan perencanaannya dilakukan raja dan para pembantunya. Proses tersebut berlanjut pada zaman kerajaan Islam dan zaman penjajahan Belanda. Hanya saja, peran raja tentunya diganti dengan peran penguasa Belanda.

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, pembangunan kota baru terus terjadi, bahkan dengan intensitas meninggi karena pertambahan penduduk dan perkembangan budaya masyarakat, terutama perkembangan teknologi. Pembangunan kota baru dari waktu ke waktu tentunya sesuai kebutuhan masyarakat yang terus meningkat, baik macamnya, jumlahnya maupun kualitasnya. Ada kota baru yang diperlukan karena berkembangnya pemerintahan, ada yang diperlukan untuk menunjang pemanfaatan sumber daya
alam, ada yang diperlukan untuk menunjang perkembangan industri manufaktur dan ada pula yang bertujuan mengatasi persoalan kota besar dan metropolitan dengan mengalihkan arus migrasi dan investasi yang semula menuju kota besar atau metropolitan menuju kota-kota baru.

Sumber:
http://www.penataanruang.net/taru/sejarah/BAB%206.7%20footer.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar