A। KEPADATAN
Kepadatan atau density mendapat perhatian khusus dari ahli- ahli psikologi lingkungan। Menurut Sundstrom (dalam Wringhtsman & Deaux, 1981) kepadatan adalah sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan। Atau sejumlah individu yang berada di suatu ruangan atau wilayah tertentu dan lebih bersifat fisik (Holahan, 1982; Heimstra dan McFarling, 1978; Stokols padat bila jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruagannya (Sarwono, 1992)।
Penelitian tentang kepadatan pada manusia berawal dari penelitian terhadap hewan yang dilakukan oleh John Calhoun। Penelitian Calhoun (dalam Worchel dan Cooper, 1983)ini bertujuan untuk mengetahui dampak negatif kepadatan dengan menggunakan hewan percobaan tikus। Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perilaku kanibal pada hewan tikus seiring dengan bertambahnya jumlah tikus। Secara terinci hasil penelitian Calhoun (dalam Setiadi, 1991)menunjukkan hal sebagai berikut:
Pertama, dalam jumlah yang tidak padat( kepadatan rendah), kondisi fisik dan perilaku tikus berjalan normal। Tikus-tikus tersebut dapat melaksanakan perkawinan, membuat sarang, melahirkan,dan membesarkan anaknya seperti halnya kehidupan alamiah। Kedua, dalam kondisi kepadatan tinggi dengan pertumbuhan populasi yang tak terkendali, ternyata memberikan memberikan dampak negative terhadap tikus-tikus tersebut। Terjad penurunan fisik pada ginjal, otak, hati, dan jaringan kelenjar, serta penyimpangan perilaku seperti hiperktif,homoseksual, dan hanibal। Akibat keseluruhan dampak negative tersebut menyebabkan penurunan kesehatan dan fertilitas, sakit, mati, dan penurunan populasi।
Selain itu pengamatan yang dilakukan oleh( dalam Setiadi, 1991) terhadap jenis tikus Norwegia,menunjukan bahwa apabila jumlah kelompok telah terlalu besar (over populated)maka terjadi penyimpangan perilaku tikus-tikus itudengan menceburkan diri ke laut। Hal ini mengakibatkan oleh tidak berfungsinya otak secara wajar karena kepadatan tinggi tersebut। Tentu saja hasil penelitian terhadap hewan ini tidak dapat diterapkan pada manusia secara langsung karena manusia mempunyai akal dan norma dalam hidup bermasyarakat। Oleh karena itu, untuk penelitian kepadatan pada manusia cenderung didasarkan pada manusia cenderung didasarkan pada data sekunder yaitu data- data yang sudah ada, dari data-data tersebut diamati gejala-gejala yang sering muncul dalam masyarakat।
Penelitian terhadap manusia yang pernah dilakukan oleh Bell( dalam Setiadi, 1991) mencoba merinci: bagaimana manusia merasakan dan bereaksi terhadap kepadatan yang terjadi; bagaimana dampaknya terhadap tingkah laku social; dan bagaimana dampaknya terhadap task performance (kineja tugas)? Hasilnya memperlihatkan ternyata banyak hal-hal yang negative akibat dari kepadatan।
Pertama, ketidaknyamanan dan kecemasan, peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, sehingga terjadi penurunan kesehatan atau peningkatan pada kelompok manusia tertentu।
Kedua, peningkatan agresivitas pada anak-anak dan orang dewasa atau enjadi sangat menurun bila kepadatan tinggi sekali। Juga kehilangan minat berkomunikasi, kerjasama , dan tolong-menolong sesame anggota kelompok।
Ketiga, terjadi penurunan ketekunan dalam pemecahan persoalan atau pekerjaan। Juga penurunan hasil kerja terutama pada pekerjaan yang menurut hasil kerja yang kompleks।
Dalam penelitian tesebut diketahui pula dampak negative kepadatan lebih berpengaruh terhadap pria atau dapat dikatakan bahwa pria lebih memiliki perasaan negative pada kepadatan tinggi bila dibandingkan dengan perempuan. Pria juga bereaksi lebih negative terhadap anggota kelompok, baik pada kepadatan tinggi ataupun rendah dan wanita justru lebih menyukai anggta kelompoknya pada kepadatan tinggi.
Pebicaraan tentang kepadatan tidak akan terlepas dari masalah kesesakan। Kesesakan merupakan persepsi individu terhadap keterbatasan ruang, sehngga lebih bersifat psikis ( Gifford, 1978: Schmidt dan Keating, 1979; Stokols dalam Holahan, 1982)। Kesesakan terjadi bila mekanisme privasi individu gagal berfungsi dengan baik karena individu atau kelompok terlalu banyak berinteraksi dengan yang laen tanpa diinginkan individu tersebut।
Baum dan Paulus (1987) menerangkan bahwa proses kepadatan dapat dirasakan sebagai kesesakan atau tidak dapat ditentukan oleh penilaian individu berdasarkan empat faktor:
a। Karakteristik seting fisik
b। Karakteristik seting social
c। Karakteristik personal
d। Kemampuan beradaptasi
Keempat faktor ditambah dengan kepadatan tersebut dapat dirangkum pada gambar berikut:
Berdasarkan keterangan dan gambar diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara kepadatan dan kesesakan bukanlah suatu hubungan sebab-akibat, melainkan kepadatan merupakan sala satu syarat terjadinya kesesakan। Berikut ini akan dibahas kategori kepadatan dan akibat-akibat kepadatan tinggi.
1। Kategori Kepadatan
Menurut Altman (1975), di dalam studi sosiologi sejak tahun 1920-an, varies indicator kepadatanberhubungan dengan tingkah laku social। Varisi indicator kepadatan itu meliputi jumlah individu dalam sebuah kota, jumlah individu pada daerah sensus,jumlah individu pada unit tempat tinggal, jumlah ruangan pada unit tempat tinggal,jumlah bangunan pada lingkungan sekitar dan lain-lain।
Kepadatan dapat dibedakan ke dalambeberapa kategori। Holahan (1982) menggolongkan kepadatan ke dalam dua kategori,yaitu kepadatan spasial yang terjadi bila besar atau luas ruangan diubah menjadi lebih kecil sedangkan jumlah individi tetep, sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan menurunnya besar ruangan, dan kepadatan sosialyang terjadi bila jumlah individu ditambah tampa diiringi dengan penambahan besar atau luas ruangan sehingga didapat kepadatan meningkat sejalan dengan bertambahnya individu। Altman (1975) membagi kepadatan menjadi kepadatan dalam yaitu sejumlah individu yang berada dalam suatu ruangan atau tempat tinggal seperti kepadatan dalam rumah,kamar: dan kepadatan luar yaitu sejumlah individu yang berada pada suatu wilayah tertentu, sepertijumlah penduduk yang bermukim di suatu wilayah permukiman।
Zlutnick dan Altman menggambarkan sebuah modeldua dimensi untuk menunjukkan beberapa macam tipe linkungan permukiman, yaitu:
1। Lingkungan pinggirankota, yang ditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan dalam yang rendah
2। Wilayah desa miskin dimana kepadatan dalam tinggi sedangkan kepadatan luar tinggi
3। Lingkungan mewah Perkotaan, diman kepadatan dalam rendah sedangkan kepadatan luar tinggi
4। Perkampungan kota yangditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan dalam yang tinggi।
2। Akibat- akibat Kepadatan Tinggi
Menurut Heimstra dan Mc Farling (1978) menberikan akibat bagi manusia baik secara fisik,social maupun psikis। Akibat secara fisik yaitu reaksi fisik yang didasarkan individu sepertipeningkatan detak jantung, tekanan darah, dan penyakit fisik lain।
Akibat secara psikis:
a। Stress, kepadatan tinggi dapat menumbuhkan perasaan negative, rasa cemas,stresdan perbahan suasana hati
b. Menarik diri, kepadatan tinggi menyebabkan individu cenderung untukmenarik diri dan kurang mau berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.
c। Perilaku menolong kepadatan tinggi juga menurunkan keingina individu untuk menolong.
d. Kemampuan mengerjakan tugas, situasi dapat menurunkan kemampuan individu untuk mengerjakan tugas-tugasnya pada saat tertentu.
e. Perilaku agresi, situasi yang padat dialami individu dapat menumbuhkan frustasi dan kemarahan, serta pada akhirnya akan terbentuk perlaku agresi
B। KESESAKAN
Menurut Altman (1975) kesesakan adalah suatu proses interpersonal pada suatu tingkatan interaksi manusia satu dengan yang lainnya dalam suatu pasangan atau kelompok kecil। Perbedaan pengertian antara kesesakan dan kepadatan sebagaiman yang telah dibahas terdahulu tidaklah jelas benar, bahkan kadang-kadang keduanya memiliki pengertian yang sama dalam merefleksikan pemikiran secara fisik dari sejumlah manusia dalam suatu kesatuan ruang।
Adapun kesesakan dikatakan sebagai keadaan motivasional yang merupakan interaksi dari faktor spatial, social dan personal, dimana pengertiannya adalah persepsi individu terhadap keterbatasan ruang sehingga timbul kebutuhan akan ruang yang lebih luas। Jadi rangsangan berupa hal-hal yang berkaitan dengan keterbatasan ruang disini kemudian diartikan sebagai suatu kekurangan।
Kesimpulan yang dapat diambil adalah pada dasarnya batasan kesesakan melibatkan persepsi tentang terhadap keadaan ruang yang dikaitkan dengan kehadiran sejumlah manusia, dimana ruang yang tersedia dirasa terbatas atau jumlah manusianya yang diras selali banyak। Berikut ini akan dibahas faktor-faktor yang mempengaruhi kesesakan dandan pengaruh kesesakan terhadap perilaku।
1। Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesesakan
Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kesesakan yaitu : personal, social, dan fisik, yang akan dibahas satu persatu।
Faktor Personal। Fakltor personal terdiri dari control pribadi dan locus of control ; budaya, pengalaman, dan proses adaptasi ; serta jenis kelamin dan usia।
a। Control pribadi dan locus of control
Seligman dan kawan-kawan mengatakan bahwa kepadatan tinggi baru akan menghasilkan kesesakan apabila individu sudah tidak mempunyai control terhadap lingkungan di sekitarnya , sehingga kesesakan dapat dikurangi pengaruhnya bila individu tersebut memainkan peran control pribadi di dalamnya।
b। Budaya, pengalaman, dan proses adaptasi
Suatu penelitian yang dilakukan oleh Nasar dan min yang mencoba membandingkan kesesakan yang dialami oleh orang Asia dan orang Mediterania yang tinggal diasrama yang sama di Amerika Utara, menemukan adanya perbedaan persepsi terhadap kesesakan pada individu dengan latar belakang budaya yang berbeda, diman orang mediterania merasa lebih sesak dari pada orang Asia
Faktor Sosial।menurut Gifford (1987)secara personal individu dapat lebih banyak atau lebih sedikit mengalami kesesakan cenderung dipengaruhi oleh karakteristik yang sudah dimiliki। Akan tetapi pengaruh orang lain dalam lingkungan dapat juga memperburuk keadaan akibat kesesakan। Faktor- faktor social yang berpengaruh tersebut adalah:
a। Kehadiran dan perilaku orang lain
Kehadiran orang lain akan menimbulkan perasaan sesak apabila individu merasa terganggu dengan kehadiran orang lain।
b। Formasi koalisi
Keadaan ini didasari pada pendapat yang mengatakan bahwa meningkatnya kepadatan social akan dapat meningkatkan kesesakan।
c। Kualitas hubungan
Kesesakan menurut penelitian yang dilakukan oleh Schffer dan Patterson sangat dipengaruhi oleh seberapa baik seseorang individu dapat bergaul denghan orang lain।
d। Informasi yang tersedia
Kesesakan juga dipengaruhi oleh jumlah dan bentuk informasi yang muncul sebelum dan selama mengalami keadaan yang padat
Faktor Fisik। Gove dan Hughes (1983) menemuka bahwa kesesakan di dalam rumah berhubungan dengan faktor-faktor fisik yang berhubungan dengan kondisi rumah seperti jenis rumah, urutan lantai, ukuran rumah dan suasan sekitar rumah।
Faktor situasional terdiri dari:
a। Besarnya skala linkungan
b। Variasi arsitektural
2। Pengaruh Kesesakan terhadap Perilaku
Bila suatu lingkungan berubah menjadi sesak (crowded), sumber-sumber yang ada didalamnya pun bisa menjadi berkurang, aktifitas seseorang akan terganganggu oleh aktifitas orang lain, interaksi interpersonal yang tidak diinginkan akan mengganggu individu dalam mencapai tujuan personalnya,gangguan terhadap norma tempat dapat meningkatkan gejolak dan ketidaknyamanan serta disorganisasi keluarga, agresi penarikan diri secara psikologis dan menurunnya kualitas hidup।
Sampai sekarang ada beberapa ahli yang tetap beranggapan bahwa kesesakan tidak hanya berpengaruh negative bagi individu tetapi bisa juga berpengaruh positif।
Freedman(1975) memandang kesesakan sebagai suatu keadaan yang dapat bersifat positif maupun negative tergantung dari situasinya. Jadi kesesakan dapat dirasakan sebagai suatu pengalaman yang kadang-kadang menyenagkan dan kadang-kadang tidak menyenagkan. Bahkan dari banyak penelitiannya diperoleh kesimpulan bahwa kesesakan sama sekali tidak bepengaruh negatif terhadap objek penelitian.
Pengaruh negative kesesakan tercermin dalam bentuk penurunan-penurunan psikologis, fsiologis, dan hubungan social individu। Pengaruh psikologis yang ditimbulkan oleh kesesakan antara lain adalah perasan kurang nyaman, stress, kecemasan, suasana hati yang kurang baik, prestasi kerja dan prestasi belajar menurun, agresivitas meningkat, dan bahkan juga gangguan mental yang serius।
Individu yang berada dalam kesesakan juga akan mengalami malfungsi fisiologis seperti meningkatnya tekanan darah dan detak jantung, gejala-gejala psikosomatis, dan penyakit fisik yang serius।
Perilaku social yang sering kali timbul karena sitasi yang sesak antara lain adalah kenakalan remaja, menurunnya sikap gotong-royong dan saling membantu, penarikan diri dari lingkungan social, berkembangnya sikap acuh tak acuh, dan semakin berkembangnya intensitas hubungan social(Holahan, 1982)।
Dari beberapa penelitian Baum dkk menyimpulkan bahwa kepadatan social lebih aversif daripada kepadatan ruang। Kepadatan ruang sering memunculkan masalah hanya pada laki-laki saja karena dalam situasi padat laki-laki lebih bersikap konpetitif। Kebanyakan masalh kepadatan muncul karena terlalu banyaknya orang dalam suatu ruangan dari pada masalah-masalah yang ditimbulkan karena terbatasnya ruangan।
Menurut hipotesis interaksi yang tidak diinginkan, efektif negative dari kesesakan terjadi karena dalam situasi sesak kita memenuhi lebih banyak interaksi dengan orang lain dari pada yang kita inginkan ( Baum & Valine dalam Watson dkk, 1984)। Sementara menurut hipotetis kehilangan control, akibat negative dari kesesakan terjadi karena kesesakan menyebabkan kita kehilangan control selama kejadian।
Penelitian tentang kepadatan pada manusia berawal dari penelitian terhadap hewan yang dilakukan oleh John Calhoun। Penelitian Calhoun (dalam Worchel dan Cooper, 1983)ini bertujuan untuk mengetahui dampak negatif kepadatan dengan menggunakan hewan percobaan tikus। Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perilaku kanibal pada hewan tikus seiring dengan bertambahnya jumlah tikus। Secara terinci hasil penelitian Calhoun (dalam Setiadi, 1991)menunjukkan hal sebagai berikut:
Pertama, dalam jumlah yang tidak padat( kepadatan rendah), kondisi fisik dan perilaku tikus berjalan normal। Tikus-tikus tersebut dapat melaksanakan perkawinan, membuat sarang, melahirkan,dan membesarkan anaknya seperti halnya kehidupan alamiah। Kedua, dalam kondisi kepadatan tinggi dengan pertumbuhan populasi yang tak terkendali, ternyata memberikan memberikan dampak negative terhadap tikus-tikus tersebut। Terjad penurunan fisik pada ginjal, otak, hati, dan jaringan kelenjar, serta penyimpangan perilaku seperti hiperktif,homoseksual, dan hanibal। Akibat keseluruhan dampak negative tersebut menyebabkan penurunan kesehatan dan fertilitas, sakit, mati, dan penurunan populasi।
Selain itu pengamatan yang dilakukan oleh( dalam Setiadi, 1991) terhadap jenis tikus Norwegia,menunjukan bahwa apabila jumlah kelompok telah terlalu besar (over populated)maka terjadi penyimpangan perilaku tikus-tikus itudengan menceburkan diri ke laut। Hal ini mengakibatkan oleh tidak berfungsinya otak secara wajar karena kepadatan tinggi tersebut। Tentu saja hasil penelitian terhadap hewan ini tidak dapat diterapkan pada manusia secara langsung karena manusia mempunyai akal dan norma dalam hidup bermasyarakat। Oleh karena itu, untuk penelitian kepadatan pada manusia cenderung didasarkan pada manusia cenderung didasarkan pada data sekunder yaitu data- data yang sudah ada, dari data-data tersebut diamati gejala-gejala yang sering muncul dalam masyarakat।
Penelitian terhadap manusia yang pernah dilakukan oleh Bell( dalam Setiadi, 1991) mencoba merinci: bagaimana manusia merasakan dan bereaksi terhadap kepadatan yang terjadi; bagaimana dampaknya terhadap tingkah laku social; dan bagaimana dampaknya terhadap task performance (kineja tugas)? Hasilnya memperlihatkan ternyata banyak hal-hal yang negative akibat dari kepadatan।
Pertama, ketidaknyamanan dan kecemasan, peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, sehingga terjadi penurunan kesehatan atau peningkatan pada kelompok manusia tertentu।
Kedua, peningkatan agresivitas pada anak-anak dan orang dewasa atau enjadi sangat menurun bila kepadatan tinggi sekali। Juga kehilangan minat berkomunikasi, kerjasama , dan tolong-menolong sesame anggota kelompok।
Ketiga, terjadi penurunan ketekunan dalam pemecahan persoalan atau pekerjaan। Juga penurunan hasil kerja terutama pada pekerjaan yang menurut hasil kerja yang kompleks।
Dalam penelitian tesebut diketahui pula dampak negative kepadatan lebih berpengaruh terhadap pria atau dapat dikatakan bahwa pria lebih memiliki perasaan negative pada kepadatan tinggi bila dibandingkan dengan perempuan. Pria juga bereaksi lebih negative terhadap anggota kelompok, baik pada kepadatan tinggi ataupun rendah dan wanita justru lebih menyukai anggta kelompoknya pada kepadatan tinggi.
Pebicaraan tentang kepadatan tidak akan terlepas dari masalah kesesakan। Kesesakan merupakan persepsi individu terhadap keterbatasan ruang, sehngga lebih bersifat psikis ( Gifford, 1978: Schmidt dan Keating, 1979; Stokols dalam Holahan, 1982)। Kesesakan terjadi bila mekanisme privasi individu gagal berfungsi dengan baik karena individu atau kelompok terlalu banyak berinteraksi dengan yang laen tanpa diinginkan individu tersebut।
Baum dan Paulus (1987) menerangkan bahwa proses kepadatan dapat dirasakan sebagai kesesakan atau tidak dapat ditentukan oleh penilaian individu berdasarkan empat faktor:
a। Karakteristik seting fisik
b। Karakteristik seting social
c। Karakteristik personal
d। Kemampuan beradaptasi
Keempat faktor ditambah dengan kepadatan tersebut dapat dirangkum pada gambar berikut:
Berdasarkan keterangan dan gambar diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara kepadatan dan kesesakan bukanlah suatu hubungan sebab-akibat, melainkan kepadatan merupakan sala satu syarat terjadinya kesesakan। Berikut ini akan dibahas kategori kepadatan dan akibat-akibat kepadatan tinggi.
1। Kategori Kepadatan
Menurut Altman (1975), di dalam studi sosiologi sejak tahun 1920-an, varies indicator kepadatanberhubungan dengan tingkah laku social। Varisi indicator kepadatan itu meliputi jumlah individu dalam sebuah kota, jumlah individu pada daerah sensus,jumlah individu pada unit tempat tinggal, jumlah ruangan pada unit tempat tinggal,jumlah bangunan pada lingkungan sekitar dan lain-lain।
Kepadatan dapat dibedakan ke dalambeberapa kategori। Holahan (1982) menggolongkan kepadatan ke dalam dua kategori,yaitu kepadatan spasial yang terjadi bila besar atau luas ruangan diubah menjadi lebih kecil sedangkan jumlah individi tetep, sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan menurunnya besar ruangan, dan kepadatan sosialyang terjadi bila jumlah individu ditambah tampa diiringi dengan penambahan besar atau luas ruangan sehingga didapat kepadatan meningkat sejalan dengan bertambahnya individu। Altman (1975) membagi kepadatan menjadi kepadatan dalam yaitu sejumlah individu yang berada dalam suatu ruangan atau tempat tinggal seperti kepadatan dalam rumah,kamar: dan kepadatan luar yaitu sejumlah individu yang berada pada suatu wilayah tertentu, sepertijumlah penduduk yang bermukim di suatu wilayah permukiman।
Zlutnick dan Altman menggambarkan sebuah modeldua dimensi untuk menunjukkan beberapa macam tipe linkungan permukiman, yaitu:
1। Lingkungan pinggirankota, yang ditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan dalam yang rendah
2। Wilayah desa miskin dimana kepadatan dalam tinggi sedangkan kepadatan luar tinggi
3। Lingkungan mewah Perkotaan, diman kepadatan dalam rendah sedangkan kepadatan luar tinggi
4। Perkampungan kota yangditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan dalam yang tinggi।
2। Akibat- akibat Kepadatan Tinggi
Menurut Heimstra dan Mc Farling (1978) menberikan akibat bagi manusia baik secara fisik,social maupun psikis। Akibat secara fisik yaitu reaksi fisik yang didasarkan individu sepertipeningkatan detak jantung, tekanan darah, dan penyakit fisik lain।
Akibat secara psikis:
a। Stress, kepadatan tinggi dapat menumbuhkan perasaan negative, rasa cemas,stresdan perbahan suasana hati
b. Menarik diri, kepadatan tinggi menyebabkan individu cenderung untukmenarik diri dan kurang mau berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.
c। Perilaku menolong kepadatan tinggi juga menurunkan keingina individu untuk menolong.
d. Kemampuan mengerjakan tugas, situasi dapat menurunkan kemampuan individu untuk mengerjakan tugas-tugasnya pada saat tertentu.
e. Perilaku agresi, situasi yang padat dialami individu dapat menumbuhkan frustasi dan kemarahan, serta pada akhirnya akan terbentuk perlaku agresi
B। KESESAKAN
Menurut Altman (1975) kesesakan adalah suatu proses interpersonal pada suatu tingkatan interaksi manusia satu dengan yang lainnya dalam suatu pasangan atau kelompok kecil। Perbedaan pengertian antara kesesakan dan kepadatan sebagaiman yang telah dibahas terdahulu tidaklah jelas benar, bahkan kadang-kadang keduanya memiliki pengertian yang sama dalam merefleksikan pemikiran secara fisik dari sejumlah manusia dalam suatu kesatuan ruang।
Adapun kesesakan dikatakan sebagai keadaan motivasional yang merupakan interaksi dari faktor spatial, social dan personal, dimana pengertiannya adalah persepsi individu terhadap keterbatasan ruang sehingga timbul kebutuhan akan ruang yang lebih luas। Jadi rangsangan berupa hal-hal yang berkaitan dengan keterbatasan ruang disini kemudian diartikan sebagai suatu kekurangan।
Kesimpulan yang dapat diambil adalah pada dasarnya batasan kesesakan melibatkan persepsi tentang terhadap keadaan ruang yang dikaitkan dengan kehadiran sejumlah manusia, dimana ruang yang tersedia dirasa terbatas atau jumlah manusianya yang diras selali banyak। Berikut ini akan dibahas faktor-faktor yang mempengaruhi kesesakan dandan pengaruh kesesakan terhadap perilaku।
1। Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesesakan
Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kesesakan yaitu : personal, social, dan fisik, yang akan dibahas satu persatu।
Faktor Personal। Fakltor personal terdiri dari control pribadi dan locus of control ; budaya, pengalaman, dan proses adaptasi ; serta jenis kelamin dan usia।
a। Control pribadi dan locus of control
Seligman dan kawan-kawan mengatakan bahwa kepadatan tinggi baru akan menghasilkan kesesakan apabila individu sudah tidak mempunyai control terhadap lingkungan di sekitarnya , sehingga kesesakan dapat dikurangi pengaruhnya bila individu tersebut memainkan peran control pribadi di dalamnya।
b। Budaya, pengalaman, dan proses adaptasi
Suatu penelitian yang dilakukan oleh Nasar dan min yang mencoba membandingkan kesesakan yang dialami oleh orang Asia dan orang Mediterania yang tinggal diasrama yang sama di Amerika Utara, menemukan adanya perbedaan persepsi terhadap kesesakan pada individu dengan latar belakang budaya yang berbeda, diman orang mediterania merasa lebih sesak dari pada orang Asia
Faktor Sosial।menurut Gifford (1987)secara personal individu dapat lebih banyak atau lebih sedikit mengalami kesesakan cenderung dipengaruhi oleh karakteristik yang sudah dimiliki। Akan tetapi pengaruh orang lain dalam lingkungan dapat juga memperburuk keadaan akibat kesesakan। Faktor- faktor social yang berpengaruh tersebut adalah:
a। Kehadiran dan perilaku orang lain
Kehadiran orang lain akan menimbulkan perasaan sesak apabila individu merasa terganggu dengan kehadiran orang lain।
b। Formasi koalisi
Keadaan ini didasari pada pendapat yang mengatakan bahwa meningkatnya kepadatan social akan dapat meningkatkan kesesakan।
c। Kualitas hubungan
Kesesakan menurut penelitian yang dilakukan oleh Schffer dan Patterson sangat dipengaruhi oleh seberapa baik seseorang individu dapat bergaul denghan orang lain।
d। Informasi yang tersedia
Kesesakan juga dipengaruhi oleh jumlah dan bentuk informasi yang muncul sebelum dan selama mengalami keadaan yang padat
Faktor Fisik। Gove dan Hughes (1983) menemuka bahwa kesesakan di dalam rumah berhubungan dengan faktor-faktor fisik yang berhubungan dengan kondisi rumah seperti jenis rumah, urutan lantai, ukuran rumah dan suasan sekitar rumah।
Faktor situasional terdiri dari:
a। Besarnya skala linkungan
b। Variasi arsitektural
2। Pengaruh Kesesakan terhadap Perilaku
Bila suatu lingkungan berubah menjadi sesak (crowded), sumber-sumber yang ada didalamnya pun bisa menjadi berkurang, aktifitas seseorang akan terganganggu oleh aktifitas orang lain, interaksi interpersonal yang tidak diinginkan akan mengganggu individu dalam mencapai tujuan personalnya,gangguan terhadap norma tempat dapat meningkatkan gejolak dan ketidaknyamanan serta disorganisasi keluarga, agresi penarikan diri secara psikologis dan menurunnya kualitas hidup।
Sampai sekarang ada beberapa ahli yang tetap beranggapan bahwa kesesakan tidak hanya berpengaruh negative bagi individu tetapi bisa juga berpengaruh positif।
Freedman(1975) memandang kesesakan sebagai suatu keadaan yang dapat bersifat positif maupun negative tergantung dari situasinya. Jadi kesesakan dapat dirasakan sebagai suatu pengalaman yang kadang-kadang menyenagkan dan kadang-kadang tidak menyenagkan. Bahkan dari banyak penelitiannya diperoleh kesimpulan bahwa kesesakan sama sekali tidak bepengaruh negatif terhadap objek penelitian.
Pengaruh negative kesesakan tercermin dalam bentuk penurunan-penurunan psikologis, fsiologis, dan hubungan social individu। Pengaruh psikologis yang ditimbulkan oleh kesesakan antara lain adalah perasan kurang nyaman, stress, kecemasan, suasana hati yang kurang baik, prestasi kerja dan prestasi belajar menurun, agresivitas meningkat, dan bahkan juga gangguan mental yang serius।
Individu yang berada dalam kesesakan juga akan mengalami malfungsi fisiologis seperti meningkatnya tekanan darah dan detak jantung, gejala-gejala psikosomatis, dan penyakit fisik yang serius।
Perilaku social yang sering kali timbul karena sitasi yang sesak antara lain adalah kenakalan remaja, menurunnya sikap gotong-royong dan saling membantu, penarikan diri dari lingkungan social, berkembangnya sikap acuh tak acuh, dan semakin berkembangnya intensitas hubungan social(Holahan, 1982)।
Dari beberapa penelitian Baum dkk menyimpulkan bahwa kepadatan social lebih aversif daripada kepadatan ruang। Kepadatan ruang sering memunculkan masalah hanya pada laki-laki saja karena dalam situasi padat laki-laki lebih bersikap konpetitif। Kebanyakan masalh kepadatan muncul karena terlalu banyaknya orang dalam suatu ruangan dari pada masalah-masalah yang ditimbulkan karena terbatasnya ruangan।
Menurut hipotesis interaksi yang tidak diinginkan, efektif negative dari kesesakan terjadi karena dalam situasi sesak kita memenuhi lebih banyak interaksi dengan orang lain dari pada yang kita inginkan ( Baum & Valine dalam Watson dkk, 1984)। Sementara menurut hipotetis kehilangan control, akibat negative dari kesesakan terjadi karena kesesakan menyebabkan kita kehilangan control selama kejadian।